Kejagung Selesaikan Tiga Perkara Melalui Restorative Justice, Begini Kasusnya
Penulis :
redaksi
Share :
Hukum & Bisnis - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan telah menyetujui 3 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Senin (17/2).
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Asep Nana Mulyana dalam keterangan tertulisnya yang diterima mengatakan salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap tersangka Fahrizal Rohfi Zikari bin (Alm) Jaja Samsudin dari Kejaksaan Negeri Cilegon, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Kasus pencurian sepeda motor tersebut terjadi pada 30 November 2024 dengan korban Abuzar Al Gifari bin Musakalake, kejadian perkara Kampung Kubang Gabus, RT 003/RW 002, Desa Kertasana,
Kepala Kejaksaan Negeri Cilegon Diana Wahyu Widiyanti, Kasi Pidum Ronny Bona Tua Hutagalung, dan Jaksa Fasilitator Alwan Rizqi Ramadhan menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Dalam proses perdamaian, tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada saksi korban. Setelah itu, saksi korban menerima permintaan maaf dari tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani dihentikan dengan syarat pemenuhan ganti kerugian senilai Rp9.000.000 (sembilan juta rupiah).
Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Banten Siswanto, sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Senin, 17 Februari 2025.
Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap 2 perkara lain yaitu tersangka pertama Dewa Gde Marhadi alias Dewa Kalu dan tersangka kedua Pande Putu Suarbawa alias Putu Liong dari Kejaksaan Negeri Gianyar, yang disangka melanggar Pertama Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang Pengeroyokan atau Kedua Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian terhadap tersangka Andi Bachiramsyah als AM bin Andi Bakhtiar dari Kejaksaan Negeri Bintan, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (1) KUHP tentang pencemaran nama baik.
Alasan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain, telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf, tersangka belum pernah dihukum, Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana,
Selain itu, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun, tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya, Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar, pertimbangan sosiologis dan masyarakat merespon positif.
“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum.