Tim Hukum PT. BITA Enarcon Engineering Menang Gugatan, Majelis Hakim Tolak Gugatan Edwin Soeryadjaya
Penulis :
Redaksi
Share :Hukum & Bisnis - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur mengeluarkan putusan sela yang mengabulkan eksepsi tim kuasa hukum PT. BITA Enarcon Engineering, yang dipimpin oleh Cemby Hutapea, S.H., Muhammad Iqbal Arbianto, S.H., M.H., C.Med., dan Errio Ananto Putra, S.H., dalam perkara sengketa yang melibatkan Edwin Soeryadjaya dkk, pada 30 Oktober 2024. Gugatan yang diajukan oleh penggugat, yang terdiri dari Edwin Soeryadjaya dan rekan-rekannya, adalah mengenai perbuatan melawan hukum dengan tuntutan kerugian mencapai Rp3.000.000.000.000 (tiga triliun rupiah).
Tim hukum PT. BITA berhasil meyakinkan Majelis Hakim dengan menggunakan pendekatan yang berbasis pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, yang mengatur bahwa para pihak dalam sengketa harus menjalani mediasi dengan itikad baik. Majelis Hakim menyatakan bahwa gugatan yang diajukan oleh Edwin Soeryadjaya dkk tidak dapat diterima karena mereka tidak menunjukkan itikad baik dalam proses mediasi, yang menjadi salah satu syarat dalam Perma tersebut.
Kronologi Kasus dan Isu PBG
Kasus ini bermula dari sengketa terkait penerbitan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) untuk pembangunan Kantor Kedutaan Besar India di Kuningan, Jakarta. Edwin Soeryadjaya dkk mengklaim bahwa penerbitan PBG tersebut tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku, dan jika proyek dilanjutkan, akan menimbulkan masalah lingkungan seperti debu dan kebisingan. Namun, Cemby Hutapea, S.H., selaku kuasa hukum PT. BITA Enarcon Engineering, menjelaskan bahwa kliennya hanya bertindak sebagai konsultan perencana dalam proyek tersebut dan tidak terlibat dalam proses penerbitan PBG. Selain itu, penerbitan PBG, terutama untuk bangunan tinggi, tentu telah melalui prosedur yang ketat sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik.
Pentingnya Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa
Muhammad Iqbal Arbianto, S.H., M.H., C.Med., yang juga berperan sebagai mediator non-hakim di beberapa pengadilan, mengungkapkan bahwa peran mediasi sangat krusial dalam menyelesaikan sengketa, terutama yang melibatkan pihak-pihak dengan klaim yang besar. Ia menekankan bahwa berdasarkan Perma 1 Tahun 2016, mediasi wajib dilakukan dengan itikad baik oleh semua pihak yang berperkara. Dalam hal ini, tim kuasa hukum penggugat telah tiga kali gagal menghadirkan prinsipalnya dalam pertemuan mediasi tanpa memberikan alasan yang jelas. Ketidakhadiran ini dianggap sebagai bentuk itikad tidak baik yang akhirnya memengaruhi keputusan Majelis Hakim.
"Perma 1 Tahun 2016 menjadi alat yang sangat efektif untuk menangkal gugatan yang tidak memenuhi syarat mediasi. Hukum acara mediasi di pengadilan mengatur bahwa para pihak wajib menghadiri mediasi secara langsung, dan jika tidak hadir tanpa alasan yang sah, perkara dapat dinyatakan tidak dapat diterima," ujar Iqbal, yang akrab disapa Abi.
Putusan Landmark untuk Penyelesaian Sengketa
Errio Ananto Putra, S.H., yang juga bagian dari tim kuasa hukum, menambahkan bahwa keputusan ini diharapkan menjadi landmark decision dalam dunia hukum Indonesia. Dengan adanya putusan ini, diharapkan para pihak yang berperkara lebih memahami pentingnya keterlibatan langsung dari prinsipal dalam proses mediasi, karena tidak adanya keterlibatan mereka dapat berakibat pada ketidakmampuan Majelis Hakim untuk melanjutkan perkara.
"Keputusan ini tidak hanya berdampak pada klien kami, tetapi juga memberikan pelajaran bagi semua pihak bahwa mediasi harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab dan itikad baik. Jika tidak, konsekuensinya bisa sangat merugikan, seperti yang terjadi dalam kasus ini," ujar Errio.
Ia juga memberikan penghargaan kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur atas keputusan yang adil dan didukung oleh pertimbangan hukum yang tepat.
Putusan ini menjadi bukti penting bahwa proses mediasi yang diatur dalam Perma 1 Tahun 2016 dapat menjadi instrumen yang efektif untuk menyelesaikan sengketa, terutama dalam perkara yang melibatkan klaim kerugian yang besar. Keterlibatan prinsipal dan itikad baik dalam mediasi adalah hal yang sangat penting dan menjadi dasar bagi Majelis Hakim dalam memutuskan apakah perkara dapat diterima atau tidak. Keputusan ini diharapkan menjadi pelajaran berharga bagi advokat dan pihak yang berperkara untuk lebih memahami prosedur mediasi dan pentingnya menjalankan mediasi dengan penuh tanggung jawab.